Pondok Pesantren Daarul Ukhuwwah Putri

PEREMPUAN DAN POLITIK

Dunia politik kerap kali dikenal oleh masyarakat dengan hal seperti debat panas, kampanye di TV, atau barisan orang berpakaian formal di gedung parlemen, bahkan banyak di antara kita yang menganggap politik sebagai arena yang keras, penuh dinamika, dan memandangnya sebagai “dunia laki-laki”. Pada hakikatnya, politik itu tidak selalu soal partai dan kampanye. Politik itu tentang bagaimana kita membuat keputusan untuk kebaikan banyak orang. Bahkan saat mengikuti rapat OSADU atau menyuarakan pendapat soal peraturan di pondok, kita sudah belajar menjadi bagian dari proses politik.
Di balik stereotip gender masyarakat yang memandang politik sebagai ranah laki-laki, kontribusi perempuan dalam dunia politik telah mengalami transformasi signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Perempuan tak hanya hadir, menjadi pelengkap atau simbol emansipasi saja dalam proses politik-mereka memimpin, menginspirasi dan membuat perubahan nyata. Keterlibatan perempuan dalam politik membawa perspektif unik yang sering kali terabaikan dalam dominasi politik laki-laki.
Dalam ranah politik, perempuan cenderung lebih peka terhadap isu-isu sosial seperti kesehatan ibu dan anak, pendidikan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga perlindungan tenaga kerja perempuan. Partisipasinya mewujudkan pemerintahan yang lebih adil, responsif, dan demokratis.
Beberapa tokoh dunia telah membuktikan hal ini. Angela Merkel di Jerman, Jacinda Ardern di Selandia Baru, hingga Sri Mulyani di Indonesia adalah contoh nyata bahwa kepemimpinan perempuan tidak hanya mampu bersaing, tetapi juga unggul. Namun, perjalanan perempuan dalam politik tidaklah mulus. Hambatan struktural dan budaya masih menjadi tembok besar yang sulit ditembus. Di banyak negara, termasuk Indonesia, masih ada anggapan bahwa perempuan kurang cocok untuk posisi strategis karena dianggap terlalu emosional atau tidak tegas. Selain itu, intimidasi kekerasan berbasis gender menjadi ancaman nyata bagi politisi perempuan, baik dalam bentuk ujaran kebencian di media sosial maupun tekanan politik dari dalam partai.
Untuk mengubah kondisi ini, diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak untuk mengubah kondisi ini. Negara dapat berperan melalui regulasi, seperti kuota perempuan dalam parlemen. Partai politik perlu membuka ruang selebar-lebarnya untuk kader perempuan agar bisa berkembang dan berkompetisi secara sehat.
Di sisi lain, perempuan sendiri
juga perlu memperkuat kapa-
sitas diri, membangun jari-
ngan politik, serta
percaya pada
kemampuan mereka untuk memimpin. Masyarakat pun memiliki peran penting untuk menghapus stigma dan mendukung perempuan yang berani terjun ke dunia politik.
Partisipasi perempuan dalam politik bukan sekadar angka di parlemen, tetapi tentang perubahan budaya, cara pandang, dan arah pembangunan. Dunia politik akan lebih adil, berimbang, dan manusiawi ketika perempuan dan laki-laki bisa berjalan beriringan. Karena sesungguhnya, politik bukan hanya milik satu gender, tetapi milik semua yang peduli pada masa depan.
Oleh karena itu, meskipun kita adalah remaja perempuan yang sedang duduk di bangku sekolah, jangan pernah berpikir masih terlalu muda untuk peduli. Justru ini saat yang tepat untuk belajar kritis, berani berpendapat, dan mulai aktif di berbagai organisasi dan perlombaan. Karena itu adalah wadah bagi kita untuk membenahi
diri, mengasah, dan melatih diri, agar dapat menjadi pemuda-pemuda pengubah bangsa di masa depan kelak.
Daripada hanya mengatakan “politik itu kotor,” kenapa tidak kita isi dengan nilai-nilai yang baik? Politik akan tetap berjalan dengan atau tanpa kita. Maka akan lebih baik kalau kita, perempuan muda Indonesia, ikut mengarahkan ke arah yang lebih adil dan berpihak pada semua.
Perempuan yang aktif sejak remaja cenderung tumbuh menjadi pemimpin yang percaya diri dan tangguh. Tidak harus menunggu jadi “dewasa” dulu untuk bisa membuat perubahan.
“Jangan tanyakan apa yang telah disumbangkan negara pada anda, tetapi tanyakan apa yang telah anda sumbangkan pada negara.”
-John F. Kennedy
Oleh
Al-Ustadzah Mutsaqoful
Fikri Tauhida

Leave a Reply