Pengorbanan dalam Menuntut Ilmu

Pengorbanan dalam Menuntut Ilmu

Sabtu, 12 September 2020

Di malam hari ini, seperti biasa mudir pondok kami, Al-Ustadz KH. Ahmad Syakirin Asmu’i, Lc, MA. mengaji kitab Shafahaat min Shabril Ulamaa’ ‘alaa Syadaaidil ‘Ilmi wat Tahshiil karya Asy-Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah.

Kitab Shafahat min Shabr Al-Ulama’

Di dalam kitab ini, sang penulis yang merupakan alumni Universitas Al-Azhar Mesir, menceritakan sekelumit cerita tentang perjuangan para ulama’ salaf dalam mencari ilmu.

wilayah Khawarizm

Kali ini, kita akan membahas perjuangan seorang ulama’ asal Khwarezmia. Sebuah wilayah yang saat ini, bagian utaranya telah menjadi negara-negara UzbekistanTurkmenistan dan Tajikistan, sedangkan bagian selatannya termasuk wilayah Iran.

Az-Zamakhsyari (467-538 H.)

Nama lengkapnya adalah Mahmud bin ‘Umar Al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari. Atau biasanya dikenal dengan panggilan ‘Az-Zamakhsyari’, imam sastra arab dan cabang-cabangnya. Beliau lahir pada tahun 467 Hijriyah dan wafat pada tahun 538 Hijriyah.

Kitab Tafsir Al-Kasysyaaf

Ulama’ yang dikaruniai Allah 71 tahun hidup di dunia ini merupakan penulis kitab tafsir fenomenal berjudul ‘Al-Kassyaaf’. Yaitu kitab tafsir yang menjabarkan makna al-Qur’an secara kebahasaan (nahwu, sharf, dan balaghah) juga ditambahi dengan penafsiran rasional yang unik dan menarik.

Mengapa disebut ‘fenomenal’?

Kitab ini untuk pertama kalinya diterbitkan di lnggris pada tahun 1856 M oleh W. Nasau Lees dalam dua jilid dan di Mesir pada tahun 1864 M oleh percetakan Bulaq. Kitab ini juga telah dikomentari oleh lima belas ulama, antara lain:
1. Nashir al-Din Ahmad bin Muhammad ibn al-Munir al-lskandariy al-Malikiy.
2. Muhibal-Din Afandi.

Cukup menarik, bukan?

Namun, pasti ada kisah perjuangan besar dibalik karya yang besar pula. Lantas, bagaimana kisah perjuangan beliau?

Kisah ini diceritakan oleh Al-Qadhi Ibnu Khallikān ( ابن خلكان ), di dalam kitabnya, Wafiyaatul A’yaan.

ilustrasi musim dingin

Suatu ketika di Negeri Khawarizm, Imam Az-Zamakhsyari sedang menempuh perjalanan menuntut ilmu sambil menembus lebatnya salju musim dingin. Meski ia harus berjalan di atas batang pohon, meski rasa dingin menusuk sampai ke tulang-tulang beliau, namun Imam Az-Zamakhsyari tetap meneruskan perjalanannya.

Dikarenakan cuaca yang ekstrim dan peralatan beliau yang serba seadanya, dengan kehendak Allah, terputuslah kaki beliau dalam perjalanan.

Beliau tidak tinggal diam, dengan segera ia raih buku tulis yang dibawanya untuk menuliskan nama orang-orang yang telah menyaksikan kejadian tersebut.

Agar apa? Agar orang lain tidak beranggapan bahwa kaki beliau putus dikarenakan hukuman kejahatan yang ia dapatkan dari pemerintah setempat. Subhaanallah, betapa beliau sangat memperhatikan hal-hal sekecil apapun di masa segenting apapun.

Kisah kedua datang dari seorang ulama’ yang berasal dari Dagestan, suatu negara republik yang sekarang menjadi bagian dari Federasi Rusia.

Nama lengkapnya adalah Al-Hafidz Abul Fityan Ar-Rawasi Ad-Dagastani. Ar Rawasi sendiri adalah seorang ulama’ ahli hadits yang memperoleh periwayatan di Mesir, Syam, Marwa dan Al Jazirah. Para ulama menyebutkan bahwa ulama hadits ini memperoleh periwayatan hadits-hadits dengan berkeliling dunia, hingga dijuluki sebagai hafidz al jawwal. Ibnu Nuqthah menyampaikan bahwa sejumlah ulama mengatakan,  Ar Rawasi mengambil periwayatan dari 3600 ulama. Imam Adz Dzahabi menyebutkan bahwa Al Ghazali menyimak Ash Shahihain darinya.  (Tadzkirah Al Huffadz, 4/1237,1238).

wilayah Checnya dan Dagestan, tempat tinggal Al-Hafidz Ar-Rawasi.

Tinggal di suatu negeri yang bercuaca tidak kalah ekstrim dengan Khawarizm, membuat jari-jari beliau terputus dari tangannya saat melakukan safar ilmu. Namun beliau tidak pernah putus asa dan menyesal dengan semua itu, Maa Syaa Allah..

Kisah terakhir diceritakan dari seorang mufti besar Palestina, Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini.  Beliaulah orang yang mula-mula mengucapkan selamat atas kemerdekaan Indonesia ketika tidak ada satu pun negara serta pemimpin-pemimpin dunia yang berani memberi dukungan secara tegas dan terbuka terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pada suatu kesempatan saat sang syaikh mengunjungi Moskow, Ibu Kota Uni Soviet (sekarang Rusia), beliau menyaksikan seseorang (yang juga sedang menuntut ilmu) mengusap telinganya dengan telapak tangannya. Namun, yang terjadi benar-benar di luar dugaan. Daun telinga orang itu tiba-tiba terlepas dari tungkainya saking dinginnya hawa di sana. Benar-benar suatu pengalaman yang tak akan didapatkan kecuali dengan kesungguhan serta pengorbanan yang besar.

Beberapa hikmah yang bisa kita dapatkan dari kisah-kisah di atas antara lain:

Mencari ilmu tidaklah mudah, butuh pengorbanan harta, waktu, bahkan nyawa sekalipun. 

Namun, jika kita sabar dalam menghadapi segala halang rintang yang ada, maka Allah akan memudahkan jalan kita ke syurga, in syaa Allah.. 

[Nathania Salsabila]

 

 

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: