Mempelajari Sifat-Sifat Para Arif Bijaksana
Pada kajian kali ini, kita akan membahas beberapa butir kalam yang terkandung dalam kitab karangan Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad yang berjudul al-Fushul al-‘Ilmiyah wa al-Ushul al-Hikamiyah. Kitab ini merupakan salah satu kitab turats yang menyajikan tema sufisme di dalamnya- yakni bagaimana cara kita memperbaiki diri sendiri demi mendekatkannya kepada Illahi Rabbi.
Untuk menjadi seorang arif bijaksana tidak perlu bermeditasi di kali berair sakti atau mendatangi penunggu gunung Kawi, cukup perhatikan beberapa poin penting dalam diri kita yang harus dibenahi dan menghindari beberapa sifat yang tidak diridhoi oleh hati nurani. Berikut beberapa dari hal-hal tersebut.
Sifat-Sifat Para Arif Bijaksana
- Senantiasa Mengoreksi dan Memperkuat Keimanan serta Keyakinan
Keimanan serta keyakinan yang diwakilkan oleh syahadat bukan hanya ikrar lisan semata, namun juga dengan hati dan perbuatan. Oleh karena itu, poin pertama ini juga berarti bagaimana kita memperbaiki ibadah keseharian kita. Terutama sholat 5 waktu, karena kelima sholat wajib tersebut adalah hal yang kelak akan dipertanggung jawabkan pertama kali setelah kematian kita.
2. Zuhud
Zuhud adalah menganggap kecil dunia dan menghapus pengaruhnya di hati. Maksudnya, ketika kita memiliki sesuatu yang merupakan hal duniawi seperti harta dan lain sebagainya, tidak menjadikan kita lalai akan tugas-tugas kita sebagai seorang hamba. Zuhud juga bermakna tidak berlebih-lebihan, meskipun Allah SWT. senang bila hambaNya menampakkan nikmat yang telah Ia berikan kepadanya tersebut, bukan berarti malah menjadikannya sombong, namun sebaliknya, dia akan menggunakan nikmat tersebut dengan sebaik mungkin di jalan Allah Ta’ala. Seperti contoh yang sudah kita ketahui, yakni sahabat Nabi SAW. yang sangat dermawan, yakni ‘Abdurrahman bin ‘Auf RA.
3. Ikhlas
Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal ibadah seseorang. Ikhlas juga yang menjadi pertanda kualitas amal ibadah seseorang. Salah satu ulama’ pernah ditanya apa pengertian ikhlas, lalu ia menjawab bahwa ikhlas adalah ketika dipuji orang maka kita tidak berbahagia, dan sebaliknya ketika dihina orang kita tidak bersedih. Maka ikhlas juga bisa diartikan dengan persamaan kualitas amal seseorang ketika dilihat maupun tidak dilihat manusia.
Orang yang ikhlas tidak akan pernah mengharapkan popularitas, harta, imbalan, maupun pujian. Seperti halnya salah satu tokoh tabi’in yang bernama Uwais Al-Qarni RA. Sebelum Rasulullah mengisahkan kisah hidupnya kepada para sahabat, tiada satu orang pun di dunia ini yang mengenalinya. Namun berkat keshalihan serta keikhlasannya, Allah Ta’ala menjadikannya manusia yang terkenal di langit di antara para malaikat yang luar biasa tingkat ketaatannya. Hingga akhirnya, hingga hari ini pun ia menjadi teladan keikhlasan bagi seluruh umat muslim di seluruh dunia.
4. Lapang Dada
Maksud dari lapang dada di sini adalah sebesar apa kesabaran kita dalam menghadapi cobaan yang muncul dari saudara seiman kita. Tentu saja sudah menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk menjaga hak-hak saudara kita sesama muslim. Karena kita hidup bermasyarakat haruslah berdasarkan asas ukhuwwah islamiyyah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. serta para sahabatnya. Betapa indahnya dunia jika kita saling memaafkan dan saling mencintai satu sama lain seolah-olah kita mencintai diri kita sendiri.
Selain keempat sifat terpuji di atas, masih ada dua sifat tercela yang harus dijauhi oleh para arif bijaksana. Berikut kedua sifat tersebut.
- Tamak
Tamak biasa diartikan dengan sifat rakus, yakni menginginkan lebih daripada yang dimiliki orang pada umumnya bahkan berani mengambil hak-hak orang lain demi memuaskan hasrat pribadinya. Tamak dalam mencari ilmu sangat dianjurkan, karenanya merupakan bagian dari fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Namun tamak dalam hal kesenangan duniawi merupakan salah satu sifat tercela yang perlu dijauhi oleh setiap pribadi muslim.
2. Sombong
Nabi Muhammad SAW bersabda :
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di hatinya ada sebiji dzahrrah dari kesombongan.” (HR. Muslim)
Dzarrah bisa diartikan dengan suatu hal yang paling kecil sedunia. Kadang yang lebih spesifik dzarrah digambarkan sebagai atom, atau biji sawi. Maka, marilah kita menjaga diri kita dari buruknya kesombongan meskipun hanya terbetik sesaat di hati. Karena sombong adalah sifat milik Allah semata, dan tiada makhlukNya yang diizinkan memiliki sifat ini.
Pada kesimpulan akhir, yang menjadi poin penting dari seluruh poin di atas adalah kemauan seseorang untuk memperbaiki dirinya. Karena manusia pasti memiliki kesalahan, namun yang terpenting seberapa banyak dia akan belajar dari kesalahan tersebut. Oleh karena itu, mari kita membiasakan untuk memuhasabah diri sendiri demi menjadi seorang muslim yang arif bijaksana di mana pun, dan kapan pun.