Pondok Pesantren Daarul Ukhuwwah Putri

Memuliakan Kitab, Bagian dari Memuliakan Ilmu

Sebagai seorang santri, tentu kita akan sering berkutat dengan buku atau biasa disebut kitab dalam bahasa Arab. Kitab atau buku merupakan salah satu wasilah atau media kita dalam mempelajari ilmu. Oleh karena itu, jika kita tidak memuliakan kitab, maka sama saja kita pun tidak memuliakan ilmu. Na’udzubillah min dzaalik..

Di bawah ini adalah beberapa larangan serta anjuran bagi seorang muslim dalam bergaul dengan kitab-kitab, terutama kitab agama.

  1. Berwudhu Sebelum Memegang Kitab

Dikisahkan bahwa Syaikhul Islam Syamsul Aimmah Al-Khulwaniy tidak pernah mengambil kitabnya kecuali dalam keadaan suci. Itu artinya, beliau selalu menjaga wudhunya terutama saat akan belajar.

Bukan hanya itu saja, ada juga kisah nyata dari seorang ulama’ bernama Syaikhul Imam Syamsul Aimmah As-Sarkhasiy. Layaknya Imam Al-Khulwaniy, Imam As-Sarkhasiy pun sangat istiqomah dalam mempertahankan kebiasaan berwudhunya. 

Pada suatu malam saat Imam As-Sarkhasiy sedang mengulang kembali pelajaran-pelajarannya yang terdahulu, ia terkena masuk angin . Imam As-Sarkhasiy pun menjadi lebih sering buang angin. Untuk itu, ia berwudhu sebanyak 17 kali satu malam tersebut, karena tekad kuatnya untuk mempertahankan agar selalu belajar dalam keadaan suci.

Demikianlah ilmu. Karena ilmu itu cahaya, dan wudlu pun cahaya. Dengan cahaya dari wudhlu, semoga bisa menambah ilmu kita lebih berkah dengannya. Aamiin…

2. Jangan Membentangkan Kaki ke Arah Kitab

Kaki adalah bagian bawah dari tubuh kita. Sedangkan kitab adalah benda yang mulia yang harus diletakkan di tempat yang lebih tinggi daripada kaki. Oleh karena itu, ketika ada kitab lebih baik kita duduk dengan duduk iftirasy, tawarruk, maupun tarabbu’.

3. Memperhatikan Tatanan Kitab di Rak Buku

Kitab yang berisikan ayat Allah harus diletakkan di bagian teratas. Seperti kitab tafsir, kitab hadits, kitab fiqh, dll. Intinya, semakin banyak ayat Allah yang tertulis dalam kitab tersebut, maka semakin tinggilah derajat kitab tersebut disbanding kitab-kitab lainnya.

4. Jangan Meletakkan Barang Lain di Atas Kitab

Alkisah salah seorang ulama’ di zaman dahulu pernah meletakkan tempat tinta di atas kitabnya. Ketika gurunya melihat tersebut, maka beliau berkata, “Tidak bermanfaat ilmumu!” dalam Bahasa Persia.

5. Memperbagus Tulisan

لا تقرمط خطك، إن عشت تندم وإن مت تشتم. يعنى إذا شخت وضعف نور بصرك ندمت على ذلك.

“Jangan kau buat tulisanmu tidak jelas, apabila umurmu panjang maka kamu akan hidup menyesal, dan jika kamu mati, maka kamu akan dimaki. Maksudnya, jika kamu semakin tua dan matamu rabun, kamu akan menyesali perbuatanmu sendiri itu.” -Imam Abu Hanifah-

Bagaimanakah kriteria tulisan yang bagus itu? Tentu saja tulisan tersebut haruslah rapi-yakni tidak simpang siur arah tulisannya. Jelas, yakni tidak berdempetan, spasi jelas, dan tiap huruf dapat terbaca sesuai dengan ejaan di kamus. Dan tentu saja, apabila tulisan kita bagus maka akan lebih banyak orang yang akan mendapatkan kemanfaatannya di hari kemudian.

6. Jangan Menggunakan Tinta Merah untuk Menulis Kitab

Sebaiknya pula jangan ada warna merah didalam kitab, karena hal itu perbuatan kaum filsafat bukan ulama salaf. Bahkan ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa menulis dengan tinta merah itu hukumnya makruh.

7. Mendengarkan Ilmu dengan Hormat

Meskipun sudah seribu kali kita mendengar suatu ilmu, namun ketika sedang berada di dalam majelis ilmu atau berada di depan ulama’ maka sikap kita harus seolah-olah baru pertama kali mendengarnya.

Demikianlah beberapa adab dalam menuntut ilmu. Menjadi seorang penuntut ilmu menuntut kita untuk menjadi pribadi yang tidak meremehkan sesuatu sekecil apapun. Karena sekecil apapun barakah, kebaikannya akan bermanfaat sepanjang masa. Sedangkan sekecil apapun maksiat, maka penyesalannya pun sepanjang masa.

[Hana Afida]

 

Leave a Reply