Kasih Sayang dan Nasihat (Renungan Untuk Para Guru)
Seorang guru hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat serta jangan memiliki secuil pun rasa dengki di hati. Nasehat yang dimaksudkan di sini adalah ketika kita menginginkan kebaikan bagi orang lain. Sedangkan, dengki adalah lawan dari nasehat. Yakni, ketika kita menginginkan keburukan bagi orang lain.
Dengki itu tidak akan bermanfaat, justru akan membahayakan diri sendiri. Mengapa berbahaya? Karena dengki adalah penyakit hati, oleh karena itu kita harus menjauhinya. Bukankah tidak ada orang di dunia ini yang mau mendapatkan penyakit? Oleh karena itu, jika sedikit saja hati kita terjangkiti kedengkian, segeralah beristighfar dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala sebagai obat penawar dari kedengkian tersebut.
Alkisah, Syeikh Shadrul Ajal Burhanul Aimmah adalah sosok yang sangat penyayang terhadap murid-muridnya. Saking sayangnya, beliau mendahulukan untuk mengajar para muridnya ketimbang mengajar kedua anaknya, yakni Husamuddin dan Tajuddin. Itu semua beliau lakukan tanpa pamrih, tanpa meminta imbalan apapun.
Pada suatu hari, Husamuddin dan Tajuddin menanyakan kepada ayah mereka mengenai sikap beliau tersebut. “Wahai ayah, mengapa engkau memilih waktu dekat siang saat hendak mengajarkan kami ilmu? Padahal di waktu-waktu itu, minat kami berkurang dan kami mulai bosan.” Sang Ayah pun menjawab, “Sesungguhnya orang-orang perantauan dan putra-putra pembesar itu bersusah payah mendatangiku dari berbagai penjuru bumi. Karena itulah, mereka harus kuutamakan.” Barulah kedua anak tersebut memahami betapa sayangnya ayah mereka kepada para penuntut ilmu tersebut.
Beberapa tahun kemudian, berkah dari kasih sayang yang dituai oleh Sang Syeikh pun membuahkan hasil. Dua orang putra beliau, Husamuddin dan Tajuddin pun menjadi dua orang ahli fiqh yang melebihi ahli-ahli fiqh lain yang hidup pada masa itu. Subhaanallah..
Menghadapi Kedengkian
Permusuhan dan pertikaian hanya akan membawa penyesalan di akhir saja. Jika pun ada orang yang mendengki kepada kita, maka janganlah kedengkian tersebut dibalas dengan kedengkian pula. Berbeda pendapat itu boleh, namun melibatkan diri dalam arena pertikaian pendapat dengan orang lain bukanlah hal yang diperbolehkan dan justru malah akan membuat waktu kita terbuang sia-sia.
Maka, satu-satunya cara yang ampuh untuk melawan kedengkian orang lain adalah dengan meningkatkan ilmu kita. Karena semakin berilmu seseorang maka semakin merendahlah hatinya dan perkataannya. Kita harus menahan diri dan bersabar, terutama apabila kita sedang menghadapi orang yang belum tahu.
“Sabarkanlah dirimu dalam menghadapi satu orang bodoh, agar kau beruntung mendapat sepuluh kebaikan.” -Nabi Isa AS-
Satu hal lagi yang perlu kita waspadai, yaitu berburuk sangka. Berburuk sangka adalah sumber permusuhan yang juga dilarang dalam Islam. Selain karena dilarang dalam agama, berburuk sangka juga menjadi salah satu pertanda bahwa ada kesalahan dalam hati seseorang. Maka, jika kita berburuk sangka, segera periksa hati kita masing-masing lalu segera ganti buruk sangka tersebut dengan prasangka baik kepada orang lain.
“Baikkanlah prasangkamu kepada sesama mu’min.” (Hadits Nabi)
Diresume dari Kitab Ta’lim Muta’allim, karya Syaikh Az-Zarnuji.