Pondok Pesantren Daarul Ukhuwwah Putri

Keutamaan Berdiskusi dalam Menuntut Ilmu

 

Sebagai seorang santri, kita harus membiasakan kegiatan belajar bersama, berdiskusi, serta saling melempar masalah. Dan semua itu harus didasari dengan sifat adil. Dengan berhati-hati dan menjaga etika bebicara. Jadi, sebelum kita bebicara, kita harus befikir terlebih dahulu. Bukan asal bicara. Karena, ketika kita befikir maka akan tercipta sebuah inspirasi dan invasi.

Lalu, dalam berdiskusi kita tidak boleh membuat keributan. Serta dianjurkan agar mengutip alasan yang bersumber jelas. Dan berdiskusi atau belajar bersama itu, merupakan sebagian dari musyawarah. Dan musyawarah berguna untuk mengeluarkan kebenaan. Dan demi mendapatkan kebenaran kita harus merenung. Tanpa tergesa-gesa tentunya. Karena, sebagaimana yang kita ketahui, bahwa hasil yang bagus itu tidak penah mengenal SKS (Sistem Kebut Semalam). Atau rumus 2×5 tidak sama halnya dengan 5×2 dalam dunia pendidikan.

Nah, Lho? Artinya, dalam dunia pendidikan, pelajaran yang diulang 5 kali atapun 5 hari hasilnya tidak sama dengan 5 pelajaran yang hanya diulang 2 kali atau dalam 2 hari. Jadi, ilmu yang sedikit-sedikit namun selalu diulang akan selalu diingat. Dan sebaliknya.

Lalu, ketika kita berdiskusi atau membahas suatu masalah, kita tidak boleh berniat untuk menundukkan lawan bicara kita atapun bahkan mengalahkannya. Namun untuk menunjukkan kebenaran dan boleh juga untuk mengelabuhi ketika lawan bicara kita keras kepala.

Muhammad bin Yahya, ketika ditanya dan belum mengetahui jawabannya, maka beliau menjawab, ” Sementara ini saya belum mengetahuinya. Dan saya akan melihat (membaca/mencari tahu) telebih dahulu. Karena di atas orang yang berilmu (‘alim) ada Yang Maha Mengetahi (Allah SWT).

Dan diskusi itu lebih bagus daripada mengulang pelajaran. Bahkan ada perkataan yang berbunyi, “Berdiskusi selama satu jam lebih baik daripada pengulangan selama sebulan. Namun dengan tabiat yang stabil. Artinya, alangkah baiknya apabila diskusi itu tidak dilakukan bersama orang yang tidak memiliki tabiat stabil atapun emosional. Karena orang tersebut cenderung keras kepala. Dan sifat keras kepala itu menular. Dan ketika kita bedekatan dengan orang yang akhlaknya baik, maka kita akan tepengaruh oleh akhlaq buruknya.

Dalam syair Khalil bin Ahmad Al-Farohidiy (Penemu ilmu Al-‘Arudh), ” Ilmu itu akan didapat bagi siapapun yang mau menjadi pelajaran bagi ilmu tersebut, dan menjadikan semua manusia pelayannya.”

Maka kita memiliki pilihan, apakah kita akan menjadi pelayan ilmu ataukah pelayan dari hawa nafsu kita. Na’udzubillah….

Jadi, bediskusi dan berfikir itu penting dalam menuntut ilmu .Seorang pelajar seharusnya melakukan Mudzakarah (forum saling mengingatkan), munadharah (forum saling mengadu pandangan) dan mutharahah (diskusi). Hal ini dilakukan atas dasar keinsyafan, kalem dan penghayatan serta menyingkiri hal-hal yang berakibat negatif. Munadharah dan mudzakarah adalah cara dalam melakukan musyawarah, sedang permusyawaratan itu sendiri dimaksudkan guna mencari kebenaran. Karena itu, harus dilakukan dengan penghayatan, kalem dan penuh keinsyafan. Dan tidak akan berhasil, bila dilaksanakan dengan cara kekerasan dan berlatar belakang yang tidak baik.

[Ghitsa Rahmania]

Tinggalkan Balasan