Pondok Pesantren Daarul Ukhuwwah Putri

Sumpah Pemuda : Santri Penstimulus Kebangkitan Negeri

Hari ini adalah hari yang spesial. Tepat pada waktu yang sama, 92 tahun yang lalu sebuah ikrar telah merubah nasib suatu bangsa. Bukan karena kekeramatan atau kesaktian ilmu hitam sang pengucap ikrar. Namun tiada lain sebab pengorbanan, semangat juga tekad akan sebuah tujuan.

Ya, hari ini adalah tanggal 28 Oktober. Tanggal dimana sumpah muda-mudi Indonesia diikrarkan.
Indonesia adalah satu negara yang memiliki beraneka ragam kekayaan. Mulai dari ras, suku, bahasa, maupun sumber daya alam dan manusia. Termasuk poin lebih sebenarnya. Tapi, apabila tiada ikatan yang menyatukannya, akankah keberagaman itu terjalin dengan indah?

Untuk itulah sumpah pemuda dirumuskan. Mengingat Indonesia yang pada tahun 1928 kala itu jauh dari kata merdeka, Kongres Muda Indonesia 2 pun meluncurkan sebuah deklarasi bersejarah. Sebagai salah satu isyarat yang menunjukkan pentingnya kesepakatan bersama pemuda Indonesia untuk bersatu menggapai kemerdekaan. Mereka menyadari bahwa jika tak ada satu hal yang mengikat seluruh latar belakang rakyat Indonesia, kemerdekaan akan menjadi bayangan yang fana.

Usaha itu pun berhasil. Deklarasi ini kembali menyadarkan rakyat, khusunya pemuda Indonesia untuk sebuah persatuan. Atas nama tumpah darah, bangsa, juga bahasa. Mau tak mau, sumpah ini pun mencubit pilu pihak koloni yang saat itu sedang gencar-gencarnya mengelabui rakyat Indonesia.

Demikianlah kita menyadari bahwa kemerdekaan sebuah bangsa tak luput dari keikutsertaan pemuda dalam menyerukan pendapat juga aksinya. Sebagaimana pula proklamasi kemerdekaan yang tak akan pernah dibacakan kalau Darwis dan Wikana tak menculik Bung Karno ke Rengasdengklok. Juga reformasi yang mengubah haluan negeri oleh kumpulan mahasiswa pembela tanah air.

Lantas, apakah karena hari ini kita sudah merdeka, peran seorang pemuda tak lagi dibutuhkan?
Tidak. Kata siapa kita telah merdeka?
Kalau hari ini kita sudah merdeka, kenapa masih saja terdapat gunungan hutang yang menghantui rakyat Indonesia? Selama kepemimpinan presiden terakhir saja, hutang negeri kita melonjak drastis sebesar Rp 2.716,28 triliun. Dan kalau hari ini kita sudah merdeka, kenapa pula hasil tanah milik kita sendiri harus diberikan pada investor asing?

Indonesia. Tanah airku. Bangsaku. Bahasaku.
Sudah semestinya, pemuda era millenial saat ini kembali bangkit dari godaan gawai yang melambai-lambai. Mereka harus menjadi seorang agent of change yang melakukan gerakan perubahan dalam lingkungan masyarakat. Termasuk juga agent of development yang mewajibkan tiap generasi pemuda untuk meningkatkan upaya potensi dan produktivitas demi negara. Dan pelopor pembaharuan Indonesia atau agent of modernizations yang mengembangkan teknologi bangsa agar negara kita tak termasuk negara tertinggal.

Para santri pun begitu. Ia memiliki peran yang luar biasa besar untuk kejayaan negara. Di mana peran seorang santri bukan hanya untuk kursi MUI atau Menteri Agama. Pada hari ini pun kita bisa lihat. Betapa pondok pesantren bukan sekedar tempat kumuh dengan gubuk dalam cahaya remang-remang lampu templok. Sebuah pondok juga bisa maju. Seperti realita banyaknya pondok modern saat ini di seluruh penjuru negeri.

Pada hari ini, seorang santri ikut berperan aktif. Bisa kita lihat bahwa tak sedikit jumlah santri yang menguasai ilmu; bahasa asing, desain grafis, editing video, event organization, public speaking, leadership, literasi, dan masih banyak lagi. Karena peran seorang santri saat ini bukan hanya pegiat ilmu syari’ah yang gagap teknologi. Namun, santri juga harus bisa tampil produktif dan terjun dalam dunia eksak maupun sosial.

Seperti contohnya Ahmad Fuadi –penulis novel legendaris lima menara, Ali Alatas –delegasi Mahasiswa Kedokteran Islam Indonesia di Cyberjaya University College of Medial Science (Malaysia), Yudian Wahyudi –anggota American Asosiation of University Professors, Wirda Mansur –pendiri sekaligus direktur utama PT Wirdamae Grup Indonesia di usia 18, ataupun Wali Band—salah satu band yang tak pernah terlibat skandal negatif dalam karyanya. Mereka semua adalah salah satu contoh dari peran aktif santri yang memiliki impact penting pada negeri.

Begitulah posisi pemuda dan juga santri di era ini. Berharap bahwa melalui hari sumpah pemuda, para santri kembali termotivasi untuk berkiprah membela Sang merah-putih. Karena kami, santri, bukanlah limbah negeri. Namun justru stimulun penting yang meyuntikkan inovasi dan perubahan berarti untuk negeri ini.

Selamat hari sumpah pemuda! [Casilda Mar’atus]

(dari berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan